cuka

Label:


PEMERIKSAAN CUKA

Asam asetat,  asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam danaroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2.  Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengaturkeasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industripetrokimia maupun dari sumber hayati.
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemeberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka memiliki rumus kimia yaitu CH3COOH, asam asetat murni (asam asetat glacial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C. Larutan CH3COOH dalam air merupakan asam lemah, artinya hanya terdisosiasi menurut reaksi:
CH3COOH                        H+ + CH3COO-

Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilenaterftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industry makanan asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton/tahun. 1,5 juta ton/tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industry petrokimia maupun dari sumber hayati.Penentuan kadar cuka pada makanan dapat ditentukan dengan menggunakan metode titrasi netralisasi dengan menggunakan indicator fenolftalein (PP). Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai  “titran” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai  “titer” dan biasanya diletakkan didalam “buret” . Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.Titrasi asam basa merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan molaritas larutan asam atau basa. Zat yang akan ditentukan molaritasnya dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan baku atau larutan standar) dengan tepat dan disertai penambahan indikator. Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah warnanya pada titik akhir titrasi.Titrasi asam basa merupakan metode penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa atau penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam. Titik akhir titrasi atau “titik ekuivalen” (pada saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saat titrasi.Jika indikator yang digunakan berubah warna pada saat titik ekiuvalen,maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi, jika perubahan warna indikator terletak pada pH di mana zat penitrasi sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekuivalen.Indikator yang lebih dianjurkan yaitu fenolftalein (PP) karena memberikan perubahan warna yang lebih jelas yaitu warna merah muda dari yang tidak berwarna (trayek pH=8,2-10,0).
Pada saat titik ekuivalen proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut.Dengan menggunakan data volume titrasi, volume dan konsentrasi titer maka dapat menghitung kadar titrasi.

Pengawet makanan

Label:


PENGAWET BENZOAT DAN SALISILAT

   
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah /menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan/minuman yang disebabkan oleh jasad renik (misal: asam benzoate, salisilat dan boraks).
Asam benzoat banyak digunakan untuk pengawet sirup, sari buah, jamu, minuman ringan, saus tomat, margarin, coklat konsentrat dan ekstrak kopi. Asam benzoat digunakan sebagai bahan pengawet biasanya dalam bentuk garam Ca dan K, tetapi dalam peraturannya biasanya jumlah benzoat yang ada dalam makanan/minuman dihitung sebagai asamnya.          
Lamanya efektifitas sebagai anti mikroba dipengaruhi oleh pH lingkungan, pH optimal antara pH 2,5-4,0 dan akan menurun efektifityasnya pada pH 5,0.
Asam salisilat dan garamnya dulu sering digunakan sebagai bahan pengawet makanan dan minuman, tetapi setelah diketahui sebagai penyebab tukak lambung, maka penggunaannya dilarang.

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya. Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan maupun yang tidak bersifat langsung atau kumulatif, misalnya bahan pengawet yang bersifat karsinogenik.(4)
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:
1.      Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.
2.      Memperpanjang umur simpan pangan
3.      Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
4.      Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5.      Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6.      Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yanmg diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, propil -p- hidroksi benzoat. Penggunaan bahan pengawet tersebut harus mengikuti dosis yang ditetapkan.
Natrium Benzoat biasa digunakan pada industri minuman seperti minuma isotonik, jus, dan sejenisnya. Bahaya pengawet yang satu ini akan muncul ketika pemakaian / dikonsumsi berlebihan. Seperti apa bahayanya?
  1. Bersifat karsinogenik. Jika terakumulasi dalam tubuh dengan jumlah yang besar maka akan memicu tumbuhnya sel kanker.
  2. Merupakan zat penyebab timbulnya penyakit LUPUS.
  3. Diduga dapat merusak Sel DNA. Sebuah percobaan yang dilakukan pada sel ragi, dimana ia diberikan Natrium Benzoat, hasilnya menunjukkan sel Ragi mengalami kerusakan. Jika hal ini terjadi pada manusia, maka bisa memicu munculnya penyakit degenerasi saraf.
Pertanyaannya sekarang adalah berapa batas aman penggunaan Natrium Benzoat? Berdasarkan keterangan dari International Programme on Chemical Safety pada pemakaian hingga 647-825 mg/kg tidak ada keluhan kesehatan.

Mencegah tentu lebih baik daripada mengobati. Bahaya pengawet tidak bisa diremehkan, walaupun sudah ada izin resmi dari pihak terkait dan kita tahu batas amannya. Masalahnya adalah kita tidak tau makanan dan minuman apa saja, yang sehari ini kita makan, yang tidak mengandung Natrium Benzoat. Terlebih lagi kita tidak tahu takarannya dalam satu jenis makanan yang kita konsumsi.
Sumber Pustaka :

Pemeriksaan Protein

Label:


Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.
%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan